Ep 8: Ojek Online Is Banned in Malaysia. Why?

Selamat datang kembali di episode ke-8 SribuTalks.

Podcast minggu ini akan membahas beberapa topik hangat dan salah satunya, dari negara tetangga yaitu Malaysia.

Mari kita bahas summary podcast kali ini.

1. Malaysia Melarang Ojek Online Beroperasi

Pemerintah secara resmi menangguhkan perizinan layanan ojek online di Malaysia.

Syed Saddiq mempertanyakan mengapa pemerintah Malaysia tidak mencontoh Thailand dan Indonesia yang telah melegalkan operasional ojol sebagai alternatif transportasi umum?

Semua ini sudah dipikirkan matang-matang alasannya.

Tentu karena masalah keamanan.

Apakah Anda tahu kalau statistik kecelakaan lalu lintas tahun 2019 dari kepolisian, telah mencatat 64% kematian akibat kecelakaan atau lebih dari 3.900 dari 6.167 kematian secara keseluruhan?

Jumlah kecelakaan lalu lintas di Malaysia meningkat selama sepuluh tahun terakhir

Menurut Direktur Jenderal Departemen Transportasi Jalan di Malaysia, 40% kecelakaan lalu lintas di negara itu disebabkan oleh mengikuti kendaraan depan terlalu dekat, 26% berbahaya menikung, 13% menyalip berbahaya dan 12% lebih cepat. Kecelakaan terkait ngebut menelan biaya sekitar $28,9 miliar per tahun. (Sumber: NCBI)

Penelitian menunjukkan bahwa, di saat pandemi ini justru jumlah kecelakaan lalu lintas terhitung lebih banyak karena selama lockdown, jalan cenderung kosong dan pengemudi jadi lebih sering ngebut.

Hal ini menjadi langkah pemerintah untuk lakukan risk management terhadap kecelakaan lalu lintas di Malaysia.

2. New Delhi Lakukan Lockdown Untuk Mengurangi Polusi Udara

Mahkamah Agung India menyerukan lockdown di ibu kota, New Delhi.

Semua ini dilakukan karena darurat pada kesehatan. Namun, bukan karena virus COVID-19. Melainkan karena polusi udara yang cukup parah di sana.

Hakim memerintahkan pihak berwenang untuk menghentikan semua perjalanan yang tidak penting di jalan-jalan di wilayah ibu kota nasional dan menutup kantor di daerah tersebut, membuat puluhan juta orang terpaksa bekerja dari rumah.

Para komuter berkendara di sepanjang jalan di tengah kondisi kabut asap tebal di New Delhi pekan lalu.

Lalu kami berpikir…

Apa yang terjadi jika pandemi COVID-19 tidak pernah terjadi? Apakah lockdown menjadi solusi pertama bagi pemerintah New Delhi? Atau polusi udara yang menginjak 457 poin di New Delhi justru dibiarkan saja tanpa adanya solusi?

Karena kita tahu bahwa solusi lockdown pada suatu negara mulai sering terjadi seiring dengan pandemi COVID-19 muncul di bumi.

Bagaimana pendapat Anda terkait kasus ini?

3. Follower Twitter Stuck? Mungkin Saatnya Anda Lakukan Sh*tposting

Founder dari merek Visa, Dee W Hock merasa dirinya sudah membuat konten insightful namun jumlah pengikutnya justru tidak meningkat. Ia lalu mempertanyakan, apakah sebaiknya Twitter di-discontinued saja karena tidak ada yang ikut terlibat pada kontennya.

Namun seseorang ingin memperkenalkan padanya suatu budaya internet bernama “Shitposting”.

Dalam budaya internet, shitposting adalah memposting konten gambar, video, atau meme “secara agresif, ironis, dan berkualitas buruk” ke forum online atau media sosial.

Shitposts sengaja dirancang untuk menggagalkan diskusi atau menyebabkan reaksi terbesar dengan sedikit usaha. Kami menemukan banyak akun Twitter yang memiliki jumlah followers jauh lebih banyak dari Dee W Hock, padahal isi tweetnya hanya shitposting saja.

BBC yang merupakan portal berita cukup terkenal akhirnya blunder dalam menjelaskan apa itu shitposting.

Laura Kuenssberg di acara Brexitcast BBC, di mana dia mencoba mendefinisikan ‘shitposting’.

Bagaimana kisahnya? Simak saja podcastnya!

4. Blunder = Marketing Mistakes

Berbicara soal BBC melakukan blunder…

Baru-baru saja, Gojek juga melakukan hal serupa dan blunder ini justru adalah hal yang sangat ditakuti para business-owner.

Mengapa? Blunder bisa membawa citra negatif pada sebuah company.

Rasanya ingin para audience segera melupakannya namun… jejak digital akan selalu ada.

Ketika Gojek memparodikan Kompas menjadi Somplak

Gojek memang terkenal dalam membuat iklan yang kreatif untuk menarik konsumennya, namun Gojek justru harus meminta maaf karena memparodikan Koran Harian Kompas. Pasalnya, nama Kompas ini disematkan langsung oleh Proklamator dan Presiden I RI Soekarno.

Tak hanya itu, salah satu brand outdoor activities bernama Eiger pun juga sempat tersandung masalah blunder. Di awali oleh seorang customer yang membeli kacamata dan membuat video review untuk diunggah ke YouTube.

Namun, pihak Eiger malah melayangkan surat keberatan karena video yang diunggah dianggap kurang bagus secara pengambilan gambar…

Kasus yang dialami Eiger murni sebagai miskomunikasi perusahaan atau brand yang mengakibatkan kegaduhan publik. Ini berpotensi menggerus brand identity produk dan reputasi perusahaan.

5. Intuit Membeli Mailchimp Seharga US$12 Miliar

Akuisisi Intuit senilai $12 miliar dari penyedia pemasaran email Mailchimp bulan lalu merupakan yang terbesar dari setiap startup perangkat lunak pemasaran mandiri dari jenisnya.

Untuk penyedia perangkat lunak yang diakuisisi yang hanya berfokus pada hasil pemasaran. Paling dekat dengan pikiran adalah perolehan Marketo senilai $4,75 miliar dari Adobe pada tahun 2018.

Tapi $12 miliar? Itu adalah tempat suci bagi perusahaan perangkat lunak swasta dan tentu saja salah satu yang teratas untuk penyedia berbasis Perangkat Lunak sebagai Layanan (SaaS).

Intuit adalah perusahaan teknologi yang memproduksi merek konsumen seperti TurboTax, QuickBooks, Mint, dan Credit Karma. TurboTax sendiri adalah software perpajakan… yang bagi sebagian orang pasti membosankan.

Lantas, mengapa Intuit secara tiba-tiba ambil tindakan untuk mengakuisisi perusahaan penyedia layanan email marketing?

Semuanya bisa Anda dengar langsung di Podcast SribuTalks episode ke-8.

Anda juga bisa klik tombol di bawah ini untuk dengarkan langsung lewat halaman Spotify SribuTalks:

Anda juga bisa ketik pertanyaan Anda di Google dan tambahkan Blog Sribu di akhir pertanyaan tersebut. Ini menunjukkan artikel terkait dari Blog Sribu, yang kualitasnya sudah tentu terjamin.