Individu Sukses Pasti Bersikap Sama Seperti Bajing

ice age scrat holding an acorn seed

Beberapa waktu lalu, saya diminta keponakan menemaninya menonton film.

Setelah beberapa saat scrolling daftar judul dan poster, ia akhirnya memilih film Ice Age (“Mau nonton harimau, Om!”).

Selama 81 menit berikutnya, pandangannya terfokus ke arah layar kaca sambil sesekali bertanya apa yang terjadi (ia belum bisa membaca subtitle). Ketika film selesai ia pun tersenyum lebar, kelihatannya puas dan terhibur dengan cerita yang disampaikan.

Untuk saya pribadi, ada satu aspek cerita yang melekat cukup kuat di ingatan:

Seekor bajing yang sepanjang film berusaha—dan selalu gagal—mendapatkan sebuah biji akorn.

Tapi walaupun merasakan gagal berulang kali, ia tak sekalipun berhenti.

Bajing tersebut membuat saya berpikir:

Ini, adalah sebuah sikap yang wajib dimiliki oleh semua orang yang ingin menjadi individu sukses.

Biji akorn—dalam bentuk kesuksesan—harus menjadi sebuah obsesi bagi kita.

BUAT ORANG LAIN MERASA HERAN

Sepanjang film, kesulitan sang bajing (yang baru saya tahu ternyata bernama Scrat) disajikan sebagai situasi-situasi komedik yang membuat keponakan saya tak henti tertawa.

Ini cukup menarik bagi saya, karena Scrat mencerminkan orang yang memiliki obsesi di dunia nyata secara sempurna.

Pasti ada orang yang bertanya ketika melihat tingkah laku Scrat, kenapa ia tidak menyerah? kenapa tidak mencari biji akorn yang lain saja?

Saya kira saya tahu jawabannya: karena baginya menyerah bukanlah sebuah pilihan.

Bagi Scrat, tidak ada opsi A atau Opsi B.

Yang ada hanya biji akorn tersebut.

Siapapun yang memiliki obsesi memang selalu terlihat “gila”. Mereka sangat fokus terhadap tujuan yang ingin diraih sampai sampai pernyataan, ejekan, dan tawaan orang lain sama sekali tak terdengar.

Aku memiliki satu tujuan, dan tak ada satupun hal yang bisa menghalangiku untuk mencapai tujuan tersebut.

Ketika Anda menemukan obsesi dan orang-orang di sekeliling mulai mempertanyakan tingkah laku Anda karena obsesi tersebut, artinya Anda berada di jalur yang tepat.

Mari lihat cerita terkait obsesi dari salah satu sosok paling sukses di dunia, Bill Gates:

young bill gates behind a pile of books
Foto oleh Doug Wilson (Getty Images)

Pada usia 13 tahun, Gates mulai terobsesi dengan dunia teknologi.

Sejak itu ia pun selalu menghabiskan waktunya untuk mempelajari programming, machine learning, dan ilmu bidang teknologi lain.

Ia mendedikasikan 13 tahun berikutnya untuk mengaplikasikan dan terus mendalami ilmu-ilmu tersebut, hingga ia berhasil menjadi seorang milyuner pada usia 26 tahun.

Tahun-tahun itu pun tidak dilaluinya tanpa masalah.

Selain kesulitan dari sisi bisnis, ia mengaku seringkali merasa ragu akan pengetahuan dan kemampuannya. Tapi, obsesi membuatnya terus melangkah maju.

Bisa Anda bayangkan jika Gates berhenti mengejar obsesinya? Kita akan hidup di dunia yang tak memiliki sistem operasi Windows.

Sungguh tak terbayangkan.

Sepanjang sejarah, beberapa orang pun telah berhasil merasakan kesuksesan seperti Gates.

Apa satu kesamaan yang dimiliki oleh semua sosok tersebut? Mereka “tergila” dengan obsesinya.

Jadi, kita bisa simpulkan bahwa obsesi bukan hanya bisa membantu, tapi juga sudah menjadi syarat wajib bagi orang-orang yang menginginkan kesuksesan.

TIDAK GAGAL JIKA TIDAK BERHENTI

Ada perbedaan besar di antara orang yang “gagal” dan “belum berhasil”.

Keduanya sama merasakan kegagalan ataupun kesulitan, namun seseorang baru bisa bilang “gagal” jika mereka sudah tidak mencoba lagi.

Dalam pandangan orang-orang yang merasa “belum berhasil”, kesuksesan adalah sesuatu yang pasti akan mereka dapatkan. Kesulitan yang dialami selama perjalanan hanyalah sebuah noda kecil (yang bermanfaat) dalam keseluruhan cerita hidup mereka.

Mari kembali ke Scrat.

Beberapa waktu lalu, Scrat akhirnya berhasil mewujudkan impiannya.

Sejak awal hadir di tahun 2002, Scrat harus jatuh bangun menghadapi rintangan-rintangan yang absurd selama 20 tahun sebelum bisa meraih biji akorn favoritnya.

Apa ia terlihat seperti seekor bajing yang kelelahan setelah menghabiskan 20 tahun mengejar obsesi?

Tidak, karena sukses pasti mampu membayar segala pahit dan sakit yang ia rasakan, tak peduli berapa lama waktu yang telah dihabiskan.

Apa pelajaran yang bisa kita tiru dari cerita Scrat?

Kita perlu menemukan biji akorn kita, kemudian pusatkan semua energi untuk mendapatkannya.

Tak usah hiraukan komentar dan tawaan orang di sekeliling. Fokuskan pandangan pada target yang ada.

Jika seekor bajing saja bisa, pasti kita pun dapat melakukannya.

Raski Santika
Raski Santika adalah Business Growth Consultant & Blog Editor Sribu. Melalui tulisannya, ia ingin bantu menginspirasi, mengedukasi, serta membantu para pemilik usaha & talent freelancer digital dari berbagai kalangan untuk terus berkembang.